Pengikut

Selasa, 31 Mei 2016

UPAYA PENANGGULANGAN GEMPA BUMI DAN TSUNAMI



UPAYA PENANGGULANGAN GEMPA BUMI DAN TSUNAMI

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pengetahuan Lingkungan
Dosen pengampu : Lianah, M,pd

Disusun oleh
1.      Dlaul Firdaus              (113811024)
2.      Falasifatun Nikmah     (113811027)
3.      Ika Juliana                   (113811030)

                                 TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH                    
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2011


UPAYA PENANGGULANGAN GEMPA BUMI DAN TSUNAMI
DASAR HUKUM  (QS Al-Zalzalah :
I.PENDAHULUAN
           Apakah kamu pernah merasakan gempa bumi? Bagaimana perasaanmu? Pasti kamu sangat ketakutan, apalagi jika gempa bumi sangat kuat, akan banyak kerusakan yang terjadi. Gempa bumi dan tsunami merupakan suatu musibah yang sudah marak terjadi dan sudah tidak asing lagi untuk didengar. Salah satu penyebab terjadinya gempa bumi dan tsunami ini adalah ulah tangan manusia sendiri. Dalam peristiwa ini seluruh ekosistem lingkungan menjadi rusak. Tentu kamu pernah mendengar berita peristiwa gempa bumi tanggal 26 Desember 2004 yang disusul terjadinya tsunami. Gempa yang melanda beberapa wilayah di Asia khususnya Asia Tenggara merupakan gempa terbesar kelima sejak tahun 1900 dan menewaskan lebih dari 220.000 orang. Gelombang tsunami menghantam negara- negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, bahkan ke Negara Asia dan Afrika seperti Sri Lanka, india, dan Somalia.  

II. RUMUSAN MASALAH
1.Apa pengertian gempa bumi dan tsunami ?
2.Apa penyebab terjadinya gempa bumi dan tsunami ?
3.Apa akibat dari peristiwa gempa bumi dan tsunami?
4.Apa upaya penanggulangan gempa bumi dan tsunami ?


III. PEMBAHASAN
      1.Pengertian gempa bumi dan tsunami
·   Pengertian gempa bumi
Gempa merupakan salah satu proses endogenik yang turut mempengaruhi pembentukan bentang alam di permukaan bumi. Menurut Katili, gempa bumi adalah suatu sentakan asli yang terjadi di bumi , bersumber dari dalam bumi yang kemudian merambat ke permukaan bumi. Getaran gempa terjadi akibat energy potensial yang diubah menjadi energy kinetik. Alat yang digunakan untuk mengukur gempa adalah seismograf. Seismograf adalah alat pemantau gempa yang dipasang di suatu tempat. Gempa bumi juga dapat diukur dengan menggunakan alat yang dinamakan Pengukur Richter. Gempa bumi dibagi ke dalam skala dari satu hingga sembilan berdasarkan ukurannya (skala Richter).  Serta dapat diukur dengan menggunakan ukuran Skala Mercalli.  Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.
Gempa bumi terjadi setiap hari di bumi, namun kebanyakan kecil dan tidak menyebabkan kerusakan apa-apa. Gempa bumi kecil juga dapat mengiringi gempa bumi besar, dan dapat terjadi sesudah, sebelum, atau selepas gempa bumi besar tersebut.
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang dinamakan Pengukur Richter. Gempa bumi dibagi ke dalam skala dari satu hingga sembilan berdasarkan ukurannya (skala Richter). Gempa bumi juga dapat diukur dengan menggunakan ukuran Skala Mercalli.
·   Pengertian Tsunami  
Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang tsu artinya pelabuhan dan nami artinya gelombang laut. Secara harfiah berarti “ombak besar di pelabuhan”, adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus atau hantaman meteor di laut. Tenaga setiap tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Dengan itu, apabila gelombang menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya menurun. Gelombang tersebut bergerak pada kelajuan tinggi, hampir tidak dapat dirasakan efeknya oleh kapal laut (misalnya) saat melintasi di laut dalam, tetapi meningkat ketinggian hingga mencapai 30 meter atau lebih di daerah pantai. Tsunami dapat menyebabkan kerusakan erosi dan korban jiwa pada kawasan pesisir pantai dan kepulauan. Sedangkan gelombang adalah getaran yang merambat. Selain radiasi elektromagnetik dan mungkin radiasi gravitasional, yang bisa berjalan lewat vakum, gelombang juga terdapat pada medium (yang karena perubahan bentuk dapat menghasilkan gaya memulihkan lentur), dimana mereka dapat berjalan dan dapat memindahkan energi dari satu tempat kepada lain tanpa mengakibatkan partikel medium berpindah secara permanen, yaitu tidak ada perpindahan secara massal, malahan setiap titik khusus berosilasi di sekitar satu posisi tertentu. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa




2.Penyebab terjadinya gempa bumi dan tsunami
·   Penyebab terjadinya gempa bumi

   Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi. Selain itu berdasarkan penyebab gempa dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
§  Gempa runtuhan (guguran atau tambahan ), terjadi akibat batu-batu raksasa di sisi gunung runtuh atau akibat gua-gua besar runtuh.Radius gempa tidak terlalu besar dan disebut gempa terban.Contoh: gempa akibat aktivitas penambangan di Gunung Pongkor.
§  Gempa bumi vulkanik, terjadi akibat aktivitas gunung api dan radius gempa agak lebih luas . Contoh : gempa akibat letusan Gunung Merapi(Jawa Tengah).
§  Gempa bumi tektonik , terjadi akibat proses gtektonik di dalam litosfer,berupa pergeseran lapisan batuan atau terjadi dislokasi. Gempa ini adalah gempa terkuat dengan dawerah yang sangat luas.Contoh :Gempa bumi di Liwa (Lampung).

·         Penyebab terjadinya tsunami
      Pangkal penyebabnya adalah rekahan di dasar laut. Hal ini bisa dikarenakan penujaman atau subduksi lempeng, pergerakan patahan, lewtusan gunung api di dasar laut, atau tumbukan benda ruang angkasa.Untuk bisa menimbulkan tsunami rekahan ini harus sangat lebar dan panjang.Intinya ketika rekahan dasar laut itu tiba-tiba air laut rmenemui ketinggian normalnya kembali, air disekitarnya dalam volume besar akan mengisi penurunan permukaan tersebut. Proses harmonisasi kembali secara tiba-tiba, dapat menciptakan efek gelombang ekstrim yang biasa disebut tsunami.Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turunsecara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada diatasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai dipantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombangterjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinyasangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi jugabanyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yangmenyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikianpula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi mega tsunami yang tingginya mencapai ratusanmeter.
Gelombang tsunami adalah suatu rangkaian gelombang atau ombak yang dihasilkanakibat perpindahan yang cepat dari suatu volume air akibat gangguan yang terjadi padavolume air tersebut. Pada saat tsunami terjadi, bukanlah gelombang pertama yang mampu menghancurkan semua yang dilaluinya akan tetapi rentetan gelombang berikutnyalahyang berpotensi menghancurkan. Nah apa yang bisa membuat gangguan pada suatu volume air tersebut? Banyak yang bisa membuat gangguan pada volume air tersebutseperti gempa bumi, letusan gunung api, tanah longsor, bahkan jatuhan meteor juga mampu menciptakan sebab-sebab terjadinya tsunami..Berikut ini gambar skema proses terjadinya tsunami:
               
                
        Gejala alam yang bisa dijadikan pratanda datangnya tsunami adalah:
1.      Surutnya muka air pantai secara drastis. Penyurutan ini bisa mencapai puluhan hingga ratusan meter . Karang- karang sontak bermunculan dan ikan-ikan kehilangan tempat hidupnya.
2.      Terakhir disimak sejumlah saksi peristiwa tsunami di Pangandaran, Jawa Barat adalah munculnya suara dentuman keras dari arah laut disertai menyeruaknya kabut ( semacam awan ) yang memanjang ke atas. Dentuman ini tidak selalu ada, namun dimungkinkan oleh efek rengkahan yang dahsyat.


3.      Akibat gempa bumi dan tsunami
§  Akibat gempa bumi
       Akibatnya antara lain tanah longsor, tanah metrekah dan tsunami. Jika tanah longsor dan tanah merekah mudah muncul tak lama setelah gempa mengguncang, maka tsunami baru menyerang.
      Gempa bumi yang dahsyat mengakibatkan berubahnya susunan lapisan bumi. Jika dengan gempa bumi menimbulkan rwetakan tanah yang hebat, maka akan menyebabkan susunan profil tanah berubah . Pembalikan lapisan yang semula berada di atas (top soil) akan berada di dalam bahkan ada di lapisan paling bawah. Pembalikan massa tanah secara besar- besarab ini jika ditinjau dari aspek perkembangan tanah akan mudah kembali.

§  Akibat tsunami
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya.. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Kebanyakan kota di sekitar Samudra Pasifik, terutama di Jepang juga di Hawaii,mempunyai sistem peringatan dan prosedur pengungsian sekiranya tsunami diramalkanakan terjadi. Tsunami akan diamati oleh lembaga institusi seismologi sekeliling dunia danperkembangannya dipantau melalui satelit. Bukti menunjukkan tidak mustahil terjadinyamegatsunami dan seiche, yang menyebabkan beberapa pulau tenggelam.Banyak yang menyebutkan bahwa tsunami adalah bagian dari
gelombang pasangsurut  Sebenarnya tsunami tidak mempunyai hubungan dengan pasang surut air laut.Pasang surut banyak dipengaruhi oleh gaya-gaya luar seperti gaya grafitasi yang dipengaruhi bulan, matahari, dan planet-planetnya sementara tsunami tidak adahubungannya dengan faktor-faktor tersebut. Selain banyak yang menyebut tsunamisebagai gelombang pasang surut, banyak pula yang menyebutnya sebagai gelombang laut seismic,Pernyataan ini didasarkan bahwa tsunami digerakkan oleh adanya gempa bumi.Pernyataan ini juga tidak sepenuhnya benar karena tsunami tidak hanya terjadi akibat gempa bumi yang berkaitan dengan gelombang seismik tetapi bisa juga terjadi akibat letusan gunung api, tanah longsor , atau bahkan akibat  jatuhnya meteor dari luar angkasa  yang menghantam bumi dan kesemuanya itu bisa dikelompokkan ke dalam gelombangyang tidak ada kaitannya dengan seismik. Akan tetapi secara umum dan didasarkan datastatistik, tsunami banyak terjadi akibat gempa, sebagaimana yang terjadi gempa bumi dantsunami tahun 2004 beberapa waktu lalu.Kalau memang tsunami tidak berkaitan dengan pasang surut dan juga tidak sepenuhnya bisa disebut gelombang seismik, jadi apa gelombang tsunami tersebut?


4.      Upaya penanggulangan gempa bumi dan tsunami

Gempa dan tsunami dapat ditanggulangin dengan konsep rumah done. Sebuah bangunan yang tahan terhadap serangan gempa bumi dan tsunami. Oleh sebab itu makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep rumah dome.contoh gambar model dome:


DAFTAR  PUSTAKA  ATAU  LINK  TERKAIT


Regariana, Cut Meurah, dkk. 2006. Geografi Untuk SMA / MA Kelas X. Jakarta: Phibeta
Agung, Jaka Prasetya.   


Link Terkait :







Senin, 30 Mei 2016

PERAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA JAWA


PERAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA JAWA


Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Islam dan Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu : Bapak Rikza Chamimi, M.Si.


 
 


Disusun Oleh
ULIN NUHA                                  113811018
UMMI NUR AZIZAH                      113811019
ASROR LUKMANUL HAKIM     113811023
ETIKA BELLA ISLAMI                113811025




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011

             I.      PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Pada dasarnya, semua orang sepakat bahwa wanita dan laki-laki berbeda. Manakala kita melihat karakteristik dari masing-masing secara fisik, kita akan dengan mudah membedakannya. Perbedaan alami yang dikenal dengan perbedaan jenis kelamin sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir antara wanita dan laki-laki.
Wanita Jawa sendiri memiliki peranan yang sangat penting dan berat dalam budaya Jawa. Peran yang digenggamnya sendiri salah satunya adalah istri dan ibu. Namun, seringkali seorang istri dikorbankan cintanya oleh suami dengan cara dimadu, atau istilahnya poligami. Hal ini merupakan pertanyaan, apakah benar dalam poligami muncul atas dasar cinta?
Budaya Jawa juga mengaitkan wanita dengan lambang keharmonisan. Yang mana wanita yang berperan sebagai istri atau ibu harus menjaga rumah tangganya dengan cinta yang seutuhnya.
Ditambah dengan budaya Jawa negatif yang melahirkan adanya wanita tuna susila yang semenjak dulu kurang begitu diperhatikan oleh masyarakat dan sekarang harus diadakan penyuluhan sejak dini.

B.        Rumusan Masalah
Dalam budaya Jawa, wanita merupakan lambang dari keharmonisan. Namun pada prakteknya terjadi penyimpangan-penyimbangan yang sulit untuk di benarkan lagi, diantaranya :
1)            Apakah peran perempuan sebagai istri bisa dimadu oleh suaminya?
2)            Apakah dalam budaya Jawa perempuan dijadikan korban susila?
3)            Apakah budaya Jawa membenarkan adanya budaya pegorbanan perempuan?

C.       Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk :
1)            Membahas tentang peran perempuan sebagai istri yang sebenarnya.
2)            Membahas tentang perempuan yang disagkut pautkan dengan kesusilaan.
3)            Membahas tentang kearifan budaya Jawa yang sebenarnya.

          II.      PEMBAHASAN
A.       Peran Perempuan Jawa Sebagai Istri
Perempuan selain sebagai individu (manusia) juga sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Dalam konteks budaya jawa, perempuan sebagai istri memiliki tugas dan persyaratan fisik-psikis dan sosial yang amat berat.[1] Sebagaimana contoh tentang idealitas perempuan sebagai istri bagi masyarakat jawa seperti dikatakan oleh Hariwijaya dalam buku Seks Jawa halaman 66-67 yang dikutip oleh Drs. Moh. Roqib, M.Ag. “Seorang istri yang dapat disebut berhasil dalam perkawinan adalah seorang wanita yang pasrah terhadap apa saja yang akan terjadi pada dirinya.
Walaupun di madu, seorang istri hendaknya dapat memelihara dirinya agar tetap cantik, bertingkah laku manis, penuh pengabdian, berbakti, setia, dan taat kepada suaminya. Selain memiliki sifat-sifat di atas, untuk menjadi wanita berbudi luhur disyaratkan keimanan yang kuat. Janganlah sampai putus dalam berdoa agar mendapatkan wahyu dan anugerah dari Tuhan yang Maha Esa. Untuk mencapai kesempurnaan hidup, sebagai makhluk hidup sosial, seseorang diwajibkan untuk berguru agar mendapatkan pengetahuan dalam kehidupan, baik secara mikro maupun makro.”
Perempuan dalam budaya Jawa diibaratkan sebagai bunga. Ia indah dipandang dan selalu memancarkan bau harum mewangi. Ia adalah ratu yang bertahta dengan agung di dalam rumah tangganya. Serat Yadyasusila menerangkan tiga sifat wanita sebagai ratu rumah tangga yang baik, yakni merak ati, gemati lalu luluh. Merak ati dimaknai pandai menjaga kecantikan lahir batin, pandai bertutur sapa dengan santun, pandai mengatur pakaian yang pantas, murah senyum, luwes gerak geriknya, dan lumampah anut wirama, ‘bertindak sesuai irama’. Gemati artinya menunaikan[2] kewajiban sebagai istri dengan sebaik-baiknya. Sebagai istri, perempuan harus sebagai perawat rumah tangga dan mengatur keuangan sebaik-baiknya. Ia bertugas mendidik anak dengan naluri keibuannya yang terasah. Sedang luluh artinya penyabar, tidak keras kepala, menerima segala masalah.[3]
Deskripsi tugas perempuan sebagai istri tersebut dalam budaya Jawa dimaksudkan agar istri sebagai manusia selalu berusaha untuk meraih kebahagiaan. Salah satu upaya untuk meraih kebahagiaan itu adalah jalan membangun keluarga harmonis. Betapa pentingnya keluarga harmonis ini, hingga orang Jawa memiliki pepatah, mangan ora mangan kumpul. Artinya, makan tidak makan yang penting berkumpul. Dalam prinsip ini, kebutuhan “berkumpul” lebih diutamakan daripada kebutuhan makan. Seks merupakan bagian penting dalam upaya membangun harmoni keluarga tersebut. Keluarga yang menyepelekan urusan seksual ini akan tergelincir di tengah perjalanan. Seks yang terarah dan teratur merupakan pesan yang disampaikan dari khasanah kebudayaan sejak jaman Jawa kuno. Keluarga dan seks terkait dan saling melengkapi.[4]

B.        Poligami
Poligami sebagai jalan darurat yang digugat dan akan ditinggalkan, khususnya bagi orang yang memerhatikan betapa membangun cinta dewasa yang tanpa pamrih berhubungannya, kekuasaan (tahta), dan kekayaan material (harta). Poligami berdasar cinta dewasa membutuhkan proses panjang dan tekun untuk mempelajari teori cinta, membuat kesimpulan seakan[5] mustahil untuk dilakukan. meski poligami mustahil untuk umum, tetapi tetap saja menjadi alternative dan membuka kemungkinan ada seseorang yang mampu melakukannya.
Harmoni dan cinta tidak pernah berkambang dalam penindasan dan pemaksaan.pemaksaan apapun dilarang dan harus dijauhi. Tetapi jika semua terpenuhi yang terwujud kesediaan secara tulus, meski dalam keterbatasannya sebagai manusia, siapakah yang akan membawa palu pengadilan untuk mengingkari dan menolaknya? Tugas bersama adalah mensosialisasikan bagaimana mencintai dengan baik agar sukses dan harmonis dalam hidup. Tidka ada lagi kekerasan (termasuk kekerasan dalam rumah tangga). Mencintai dengan tulus untuk kemaslahatan bersama. Poligami[6] bukanlah sebuah percobaan sia-sia. Ia membutuhkan cinta dan pengertian. Cinta memiliki logika dan alur tersendiri. Ini juga rahasia cinta. Cinta memang misterius.[7]

C.       Pandangan Jawa terhadap Perempuan dan Seks
Menurut Hariwijaya pada buku Seks Jawa Klasik yang dikutip oleh Drs. Moh. Roqib, M.Ag. menjelaskan bahwa. Masyarakat Jawa memandang perempuan sebagai makhluk indah yang dengan kecantikannya menunjukkan sisi keserasian dan keindahan. Menurut falsafah Jawa, perempuan adalah bumi yang subur,[8] yang siap menumbuhkan tanaman. Perempuan adalah bunga yang indah, menyebarkan bau harum mewangi dan membuat senang siapa saja yang melihatnya. Wanita ideal dalam budaya Jawa digambarkan sebagai payandra. Payandra merupakan lukisan keindahan, kecantikan, dan kehalusan melalui ibarat.
Membincang seksualitas perempuan Jawa dimulai dari hubungan-hubungan sosial pada masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat sangkut pautnya dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Agar tidak menimbulkan pertentangan dengan adat kesopanan, masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dna masyarakat Jawa umumnya, meskipun dalam percakapan banya lelucon mengenai seks. Bahkan seorang kiai juga sering bercerita tentang seks kepada santri dan ummatnya. Pembicaraan tentang seks mengalir diantara teman akrab, kawna seprofesi, atau kawan bermain, dan ada juga yang mendapatkan dari wanita-wanita tuna susila di warung-warung pinggir jalan.[9]
Mudah ditebak, bagaimana perasaan perempua pekerja seks apapun sebutannya, bahwa ia merasakan kepedeihan dan keperihan yang menyayat hati dan perasaannya. Sebutan yang ditempelkan dan stigma sosial yang melekat padanya sudah cukup membuatnya tersiksa dalam hidupnya.
Pertanyaannya bagaimana jika kondisi sosial (seperti adat dan budaya) yang membuat perempuan tersebut menjalani nasib buruk dalam hidupnya sebagai pekerja seks? Atau karena desakan ekonomi mereka menjual harga dirinya sebagai bagian dari komoditas untuk memnuhi kebutuhan makan dan hidup mereka. Bagaimana jika perempuan tersebut jatuh ke lembah hina karena kekuatan politik seperti etnic clinsing di Bosnia, pekerja seks jaman penjajahan, trafficking, dan semacamnya? Posisi yang memaksanya untuk “menjadi budka nafsu” dan betapa sulit perempuan itu keluar dari situasi menjemukan tersebut.
Berikut adalah sebuah contoh bagaimana budaya telah “mengikat” dengan amat kuat terhadap seorang perempuan “ronggeng” yang hidup dalam komunitas desa yang memiliki budaya ronggeng turun temurun. Dengan bumbu “warisan leluhur” dan penyedap kekhawatiran masyarakat[10] desa akan mendapat nasib buruk “kualat” dari danyang desa Ki Sacamenggala, Srintil seorang gadis desa harus mengorbankan masa kecil, keperawanan, dan keharmonisan hidupnya untuk dipersembahkan demi “memangku adat” Dukuh Paruk. Ahmad Thohari dengan mengesankan, menceritakan perempuan Ronggeng Dukuh Paruk kepada pembaca.

D.       Kearifan Lokal Budaya Jawa
Sebagaimana disebutkan bahwa kebudayaan merupakan unsur pengorganisasian antara individu dan membentuknya menjadi satu kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi manusia di dalam lingkungan hidupnya. Cirri kebudayaan adalah penyesuaian manusia kepada lingkungan hidupnya dalam rangka mempertahankan hidupnya sesuai dengan kondisi menurut pengalaman atau tradisinya merupakan yang terbaik. Tradisi free sex yang dalam literature Jawa dan sikap akomodatif terhadap bentuk kesalahan tradisi lokal mengakibatkan pemegang politik dan kebijakan di Jawa akan membiarkan kasus demi kasus seksual sebagai bumbu kehidupan bagi masyarakat Jawa.
Kebudayaan Jawa berakar dari di Kraton dan berkembang di Yogyakarta dan Solo. Free sex menjalar dan menjadi informasi rutin yang tidak mengagetkan. Terkait dengan[11] kerarifan lokal (local wisdom), masyarakat Jawa mengenal beberapa kata kunci di antaranya adalah ngana ya ngana neng aja ngana, meski begitu, tapi yang jangan seperti itu. Demikian ungkapan orang Jawa. Ungkapan itu biasanya disampaikan saat terjadi sesuatu yang dianggap tidak seseuai dengan tata karma. Wong kok ora duwe perasaan. Demikian kata singkat yang sering diucapkan oleh orang Jawa terhadap orang yang tidak punya tepa selira, tidak punya pengertian tentang bagaimana menempatkan diri secara bijak. Orang yang suka nggugu sak karepe dewe, orang yang suka semaunya sendiri.
Sekali lagi, perasaan sangat diperhatikan di masyarakat Jawa dalam rangka menciptakan harmonitas sosial. Masyarakat Jawa yang berperasaan halus, berusaha untuk menjaga berinteraksi sosial yang baik, saling membantu, membagi rezeki, mengerti dan menghayati perasaan orang lain (tepaselira). Oleh sebab itu, anak-anak selalu diajarkan untuk berusaha mendekati sifat-sifat itu. Meskipun terjadi pelanggaran moral dan susila oleh orang disekitarnya atau pemimpinnya, tetap saja orang Jawa memberikan toleransinya dan kesempatan untuk memperbaiki diri. Tetapi ada juga komunitas Jawa yang memberlakukan hukuman terhadap pelaku amoral dengan amat keras semisal diarak bugil dan diisolasikan dalam pergaulan masyarakat.

E.        Budaya Yang Perlu Di Tanggulangi
Untuk memperbaiki kehidupan sosial, maka harus dimulai dari perbaikan individu-individu yang menjadi anggota masyarakat.[12] Maka setiap manusia dituntut agar dapat berperilaku dan berbicara yang mendukung terwujudnya interaksi individu yang harmonis, sehingga tidak menimbulkan konflik sosial.[13]
Terkait dengan pelanggaran terhadap norma hubungan seksual yang dilakukan oleh anggota DPR dan penyanyi[14] dan kontroversi poligami yang dilakukan oleh da’i atau kiai atau siapapun juga terlepas dari status sosial politik, dan ekonomi, dalam konteks budaya Jawa harus dilakukan kontrol dan amar ma’ruf nahi munkar dengan tetap menggunakan bahasa dan tata karma Jawa yang didasarkan pada niatan mulia dan dengan cara yang baik sehingga yang bersangkutan bisa menjadi baik atau lebih baik tanpa meruntuhkan budaya dan martabat saudaranya sendiri. Ekspose secara besar-besaran dan membabi buta apalagi menghakimi akan berdampak negatif dan jauh dari prinsip edukatif. Setisp keputusan yang diambil oleh individu ada pertimbangan dan latar belakang historisnya. Klaim dan penghakiman emosional akan meruntuhkan kemanusiaan yang akhir-akhir ini semakin berat untuk ditegakkan.
Seks bebas memiliki akar sejarah dalam budaya Jawa yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kehidupan free sex yang melanda Yogyakarta dan juga kota-kota besar lain di Jawa ditanggapi secara dingin oleh komunitas Jawa termasuk oleh pendidikan yang berbasis keagamaan dan PTAI. Sikap permisif ini bisa disebabkan oleh budaya Jawa yang akomodatif, tepa selira dan semacamnya yang dimaknai pasif-statis sehingga berdampak negatif. Semestinya jargon dan ajaran yang sudah menjadi budaya Jawa tersebut dimaknai positif dan progresif sehingga memunculkan sikap hidup dan dinamis dan mengambil sikap tegas terhadap berbagai bentuk pelanggaran hukum dan moral.
Memerhatikan aspek kesejarahan dan bahasa Jawa, pemberantasan free sex akan menemukan nilai kejawaannya jika dilakukan dengan pendekatan yang bijaksana, yaitu meletakkan budaya sebagai dasar untuk mengubah dan[15] memperbaiki sehingga tidak terkesan menggurui dan memancing konflik. Untuk itu, diperlukan perencanaan program pembebasan dan pendidikan yang pelaksaannya melibatkan berbagai komponen dan menggunakan idiom-idiom Jawa yang sudah mereka kenal adiluhung. Jika pendekatan budaya ini dilakukan, maka perbaikan akan diterima dan diakui. “menang tanpo ngasorake” atau menang tanpa sifat merendahkan.
Sistem pemberantasan penyakit masyarakat harus dibentuk secara bertahap agar ketegasan sikap bisa diperoleh dengan tetap mendasarkan pada budaya adiluhung Jawa. Undang-undang anti pornografi diantaranya menjadi media menyehatkan bangsa dari seks bebas.[16]
Kebudayaan Jawa yang pada dasarnya besifat momot, sejuk dan non sektaris seperti itu jelas akan menunjang semangat gotong-royong dan semangat kerukunan yang amat diperlukan dalam memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Akar kebudayaan Jawa yang semacam itu telah menyatu dengan Pancasila sehingga tidak perlu ada kekhawatiran bahwa pengembangan kebudayaan daerah (khususnya Jawa) akan berdampak negatif terhadap pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. [17]
Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan melalui jalur agama. Yang mana jalur ini memliki nilai religius yang sangat kuat dengan didasari oleh landasan landasan yang dapat dinalar.
Seperti yang dikatakan koentjaraningrat yang dikutip oleh sri suhandjati. Dikatakan bahwa nilai budaya Jawa Islam yang “religius magis” itu telah tertanam begitu kuat dalam jiwa masyarakat yang menganut budaya tersebut. Melalui warisan yang turun temurun di lingkungan keluarga dan masyarakat, nilai itu masuk menghunjam dalam wilayah emosional seseorang karena sejak kecil telah dibiasakan dengan adat istiadat Jawa Islam yang tumbuh dalam keluarga maupun masyarakatnya.[18]
Mereka juga mencerminkan, pada tingkat yang jauh lebih dalam lagi, bagi orang-orang Jawa, saripati yang paling utama mengenai pertarungan antara yang baik dan yang buruk, yang berlangsung di dalam jiwa manusia serta sesuatu pandangan mistik ke dalam rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik kehidupan manusia di permukaan bumi ini,[19]


       III.      KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas. Dapat disimpulkan bahwa perempuan dalam budaya Jawa memiliki peran yang cukup besar dna penting dalam peradaban budaya Jawa. Karena perempuan merupakan symbol keharmonisan, meski telah terjadi diskriminasi antara hak dan kewajiban kepada perempuan.
Acap kali perempuan sering menjadi korban dalam praktek sosial yang ada di Jawa. Misalnya poligami yang mana mengatas namakan cinta. Padahal jika dilihat dari segi prakteknya, poligami dilakukan semata-mata untuk kepentingan kaum lalki-laki saja. Adapun jarang sekali orang yang melakukan poligami atas dasar cinta dan tanpa ada diskriminasi terhadap perempuan.
Budaya Jawa sendiri juga membenarkan adanya budaya negatif tentang penjualan perempuan. Dan hal ini perlu adanya gerakan yang signifikan dan penanganan semenjak dini dalam mendidik anak-anak.
Sehingga, dalam kebudayaan Jawa memang perlu dikaji lebih dalam tentang prakteknya. Karena sampai sekarang perempuan sering kali menjadi korban penindasan yang diatas namakan budaya.

       IV.      PENUTUP
Demikian, makalah ini dibuat. Apa bila ada kesalahan pebulis dan kawan-kawan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena kebenaran hanya ada pada Allah dan manusia tempatnya lupa dan salah.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan kawan-kawan pada khususnya dan untuk pembaca pada umumnya.






DAFTAR PUSTAKA

Qorib, Moh., Harmoni Dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi dan Keadilan Jender), STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2007.

Amin, M. Darori, Islam & Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000.

Sukri, Sri Suhandjati, Ijtihad Progresif Yasadipura II, Gama Media, Yogyakarta, 2004

Sujamto, Refleksi Budaya Jawa Dalam Pemerintahan & Pembangunan, Dahara Prize, Semarang, 1997.

Carey, Peter, Ekologi Kebudayaan Jawa & Kitab Kedung Kebo, Pustaka Azet, Jakarta, 1986.






























BIODATA PENULIS

  1. NAMA                                    : ASROR LUKMANUL HAKIM
NIM                                        : 113811023
TTL                                         : KETAPANG, 28 OKTOBER 1993
ALAMAT SEKARANG       : NGALIYAN SEMARANG
NO HP                                    : 085868432724

  1. NAMA                                    : ULIN NUHA
NIM                                        : 113811018
TTL                                         : PATI, 14 APRIL 1992
ALAMAT SEKARANG       : JL SENDANG UTARA RAYA NO:38A     GEMAH, PEDURUNGAN, SEMARANG
NO HP                                    : 085729617720

  1. NAMA                                    : UMMI NUR AZIZAH
NIM                                        : 113811019
TTL                                         : MAGELANG, 29 DESEMBER 1992
ALAMAT SEKARANG       : WONOLOPO, MIJEN, SEMARANG
NO HP                                    : 085743631924

  1. NAMA                                    : ETIKA BELLA ISLAMI
NIM                                        : 113811025
TTL                                         : PEKALONGAN, 19 SEPTEMBER 1993
ALAMAT SEKARANG       : PERUM BANK NIAGA BLOK B5, NGALIYAN, SEMARANG
NO HP                                    : 085742141210



[1] Drs. Moh. Roqib, M.Ag., Harmoni Dalam Budaya Jawa, STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2007. Hlm 70
[2] Ibid. Hlm 71
[3] Ibid. Hlm 72
[4] Ibid. Hlm 73
[5] Ibid. Hlm 215
[6]  Drs. Moh. Roqib, M.Ag., Harmoni Dalam Budaya Jawa, STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2007. Hlm 216
[7] Ibid. Hlm  217
[8] Ibid. Hlm 129
[9] Ibid. Hlm 130
[10] Ibid. Hlm 150
[11] Drs. Moh. Roqib, M.Ag., Harmoni Dalam Budaya Jawa, STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2007. Hlm 146
[12] Dr. Hj. Sri Suhandjati Sukri, Ijtihad Progresif Yasadipua II, Gama Media, Yogyakarta, 2004. Hlm  94
[13] Ibid. Hlm  95
[14] Drs. Moh. Roqib, M.Ag., Harmoni Dalam Budaya Jawa, STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2007. Hlm 147
[15] Ibid. Hlm 148
[16] Ibid. Hlm 149
[17] Ir. Sujamto, Refleksi Budaya Jawa Dalam Pemerintahan dan Pembangunan , Dahara Prize, Semarang, 1997. Hal 37.
[18] Drs. H. Darori Amin, MA., Islam & Budaya Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000. Hal 281
[19] Dr. Peter Carey, Ekologi Kebudayaan Jawa & Kitab Kedung Kebo, Pustaka Azet, Jakarta, 1986. Hal 17